halo pembaca blognya fitrah yang masih setia baca blog ini walaupun aku tau udah banyak berkurang sejak post terakhirnya fitrah kemaren, Alam lagi disini ~
tujuanku ngepost cuma buat nepatin janjiku ke fitrah, yaitu ngepost tugas cerpenku. Beda ama cerpennya fitrah, cerpenku galau kuadrat, kenapa galau? soalnya pas bikin ini suasana hati masih diliputi galau kronis*curcol*
So, here is my story, mohon maaf apabila ada kesamaan nama atau mungkin mirip - mirip dikit :p
tujuanku ngepost cuma buat nepatin janjiku ke fitrah, yaitu ngepost tugas cerpenku. Beda ama cerpennya fitrah, cerpenku galau kuadrat, kenapa galau? soalnya pas bikin ini suasana hati masih diliputi galau kronis*curcol*
So, here is my story, mohon maaf apabila ada kesamaan nama atau mungkin mirip - mirip dikit :p
CASANOVA
Dering
telepon genggam membangunkanku dari mimpi indah pagi itu, yang
ternyata akan menjadi hari paling penting dalam hidupku. Terlihat
tulisan ''pesan dari : Ananda Mova Firdausa'' di layar hp ku, kukira
isinya penting, ternyata hanya ucapan selamat pagi. Saat ku akan
membalas pesan, tiba - tiba teleponku berdering lagi karena ada pesan
lain. ''pesan dari : Nadialena Ramadhana'' dan isinya juga sama
dengan pesan tadi, saat ku akan membalas pesan kedua orang ini,
kejadian yang sama terulang lagi, bahkan lebih parah karena ada
puluhan pesan yang isinya menyatakan hal yang sama, yaitu ucapan
selamat pagi. Pagi tenang ini berubah menjadi mimpi buruk yang
parahnya terus terulang setiap pekan di hidupku.
Mungkin
pepatah tua itu benar. Nama adalah doa. Tapi aku tidak tahu apa doa
yang orang tuaku inginkan dengan memberi nama ini kepadaku. Giacomo
Casanova, seorang laki - laki biasa yang hidup di Italia beberapa
abad lalu, pernah menggemparkan dunia dengan kisah hidupnya yang
telah menaklukkan ratusan wanita, mulai dari putri raja hingga wanita
tuna susila. Dan rupanya orang tuaku ingin mengulangi kisah itu
dengan menamai aku, anaknya sendiri dengan nama yang sama dengan
orang itu. Benar saja, sejak umurku 13 tahun, mulai banyak wanita
tidak jelas yang mendekatiku, padahal aku hanya orang biasa, tidak
punya kekayaan berlebih, apalagi ketampanan, yang kumiliki hanyalah
kata - kata indah dan pujian yang memang pantas dikatakan untuk
seorang wanita. Tapi tetap saja, hingga umurku yang ke tujuh belas
ini, masih saja banyak wanita yang menyukaiku, tapi entah mengapa,
hanya ada dua wanita yang bisa membekas dihatiku.
Nadia
dan Firda, dua wanita semi jenius yang belakangan ini mengisi celah
hatiku. Aku tidak tahu kenapa takdir mempertemukanku dengan mereka
berdua. Firda adalah teman lamaku di sekolah dasar. Dia tipikal orang
yang terlalu banyak mempelajari ilmu eksak. Tapi terkadang kata -
katanya dapat membuatku terkagum - kagum. Berbeda dengan Nadia. Nadia
adalah teman waktu SMP dulu, Dia adalah tipe orang yang terlalu
banyak membaca novel. Entah itu novel cinta, misteri, bahkan novel
detektif sekalipun. Tidak terhitung jumlah novel yang telah dibeli
olehnya. Memang kedua wanita ini berbeda, tetapi mereka memiliki
persamaan mendasar, yaitu pola pikir mereka yang sudah kebal terhadap
kata - kata indah seorang lelaki. Dan mungkin hal itulah yang
membuatku semakin tertarik dengan mereka.
Saat
ku akan melanjutkan lamunanku tentang mereka, telpon masuk
menggangguku, ternyata itu dari temanku, Rico. "cie yang dari
pagi udah di sms banyak orang" Kata - kata itu membuatku bosan
karena setiap minggu pasti ia mengatakan salam yang sama "azz,
ada apa pagi - pagi telpon?"
"kan
sekarang hari Minggu, ayo pergi jalan - jalan!"
"iya
iya, enaknya ngajak Firda apa Nadia?"
"terserahlah,
aku tunggu jam sepuluh di tempat biasanya"
"oke"
Begitu
menutup pembicaraanku dengan Rico, pikiranku mulai terganggu dengan
pilihan yang semakin membingungkan ini, Nadia atau Firda? Tak ingin
terus terganggu dengan hal itu, langsung saja kuajak Firda karena aku
tahu kebiasaan Nadia di hari Minggu yaitu pergi ke toko buku untuk
mencari novel baru, dan akupun tidak bisa mengganggunya saat ia
melaksanakan kebiasaannya itu.
Ini
sudah jam setengah sebelas, dan aku masih belum melihat tanda - tanda
datangnya Rico, aku merasa malu pada Firda karena harus membuatnya
menunggu selama ini, tiba - tiba ia bertanya kepadaku, "masih
lama ya?"
"mmm
nggak tahu juga, maaf ya bikin kamu nunggu"
"ah
biasa kok hehe"
"tapi
kan laki - laki nggak boleh buat wanita nunggu, apa lagi selama ini"
"kalau
hanya raga ini yang menunggu tidak apa - apa, yang paling menyakitkan
jika hati ini yang dipaksa menunggu kepastian yang tak kunjung datang
dari seseorang, rasa sakit tak terkira pasti akan terasa, sekuat
apapun wanita itu"
Tidak
kuduga jika dia akan mengatakan hal itu, apakah itu jeritan hatinya?
Atau itu hanya sekedar kata puitis lain yang jarang ia ucapkan?
Mungkin hanya itu yang dapat kupikirkan saat ini, aku tidak dapat
berpikir dengan jernih saat ini. Tiba - tiba klakson sepeda motor
mengagetkanku, ternyata Rico baru datang, tanpa rasa bersalah dia
bilang sepedanya mogok sehingga perjalanannya terganggu. Klise sekali
jika mendengar Rico yang mengatakan hal itu.
Tanpa
banyak bicara lagi, kami langsung berangkat. Perhentian pertama kami
adalah toko konsol game, rupanya tujuan Rico mengajakku karena dia
tahu aku sangat cermat dalam mengamati segala sesuatu yang
berhubungan dengan game dan benda elektronik. Dan terbukti, begitu
sampai disana, Rico langsung memintaku untuk memilihkan sebuah
Nintendo 3DS untuknya, langsung saja ku melihat - lihat stok barang
yang tersedia, hanya dalam waktu 5 menit sebuah Nintendo 3DS berwarna
biru muda menarik perhatianku, karena heran, Rico bertanya kepadaku,
"kenapa biru muda?"
"biru
muda itu warna kesukaan Nadia, tapi jangan bilang Firda"
"oke
bos!"
Setelah
membeli konsol baru untuk Rico, dia mengajakku ke tempat lain,
rupanya Rico mengajakku mencari game yang pas untuk konsol barunya
itu, langsung saja aku mengusulkan kepadanya untuk mencari tipe game
strategi, rupanya Rico keheranan lagi melihat seleraku yang aneh.
"kenapa strategi?"
"permainan
strategi dapat mengasah otak kiri dan otak kanan, sekaligus mengubah
pola pikirmu, mungkin suatu saat kamu bisa jadi penerus Casanova,
hehe"
"seribu
tahun lagi"
"apanya?"
"jadi
penerus casanova"
"kamu
nggak perlu apa - apa kok buat jadi penerus casanova, yang penting
perhatian hehehe"
"tapi
itu nggak semudah yang kamu omong!"
"ahh
sudahlah"
Sekarang
sudah pukul dua belas tepat, Rico mengajakku makan, dan aku tersadar,
kalau dari tadi aku mengacuhkan wanita yang dari tadi berada di
sampingku, dia diam saja dari tadi, perasaan bersalah menghampiriku,
karena dia tidak mengucapkan sepatah katapun sejak tadi, untuk
menebus kesalahanku, aku mengajaknya makan di tempat biasanya aku dan
Nadia makan, aku tidak tahu kenapa memilih tempat ini, padahal aku
selalu mendapat firasat buruk jika makan disini, tapi tetap saja
egoku bersikeras ingin makan disini.
setelah
memesan makanan, firasat burukku terbukti. Aku melihat Nadia sedang
makan di meja lain di belakangku, Aku berusaha tetap tenang dan makan
seperti biasanya, rupanya Rico menyadari kegelisahanku karena dia
juga tahu kalau Nadia ada dibelakangku.
setelah
makan, kami bertiga segera beranjak pergi, dan tak diduga - duga,
Nadia tidak sengaja menabrakku saat ia juga akan pergi, "eh maaf
ya.... Casanova? Kok kamu disini? Dan dia siapa?"
"Casanova,
dia siapa?!"
"jadi
selama ini bukan cuma aku?!"
"jadi
ini alasanmu gantung aku?!"
"lebih
baik aku pergi!"
"aku
nggak punya alasan disini lagi, aku pergi"
"tapi
Nad!! Fir!!" mereka tak menggubris teriakanku. Mereka pergi
dalam sekejap mata, meninggalkakanku dan Rico disini.
Rico
mencoba menenangkanku, tapi tetap saja, hatiku sakit saat mereka
berdua, orang yang paling kucintai, pergi begitu saja karena
keegoisanku tidak bisa memilih diantara mereka berdua. Mengetahui
keadaan hatiku yang seperti itu, Rico mengajakku pulang, dengan
terpaksa, aku mengiyakan ajakannya. Siang itu menjadi hari paling
penting untukku dan membentuk kepribadianku seperti ini
Begitu
pulang, Rico berkata kepadaku, "mungkin ini doa orang tuamu
untukmu"
"apa?
nggak punya pacar?"
"bukan,
tapi setia, bijaksana, dan nggak serakah, hahaha"
"azzz"
walaupun
terdengar seperti mengada - ada, tapi jika dipikir - pikir Rico
benar, mungkin orang tuaku menamaiku dengan nama ini karena mereka
tahu hidupku akan jadi seperti ini, dan hingga mereka telah tiada
kini, pasti mereka akan melihatku dari atas sana, sambil berharap
kalau doa mereka terkabulkan
sekarang,
aku sudah tidak seperti dulu lagi, aku cenderung diam atau bersikap
dingin kepada seorang wanita, karena takut hal yang sama akan
terulang lagi. Firda dan Nadia tidak pernah menghubungiku lagi, dan
aku lebih senang menikmati kesendirianku, ya, kesendirian yang setia
menemaniku.